Tuesday, January 18, 2011

Pemyebab Hemoptoe

More...

Hemoptoe adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah
atau sputum yang berdarah.  Batuk darah adalah batuk yang disertai
pengeluaran darah dari paru atau saluran pernapasan.

Hemoptoe atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak mengandung darah, berasal dari saluran napas di bawah pita suara.

Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis

Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah
(hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka
pada batuk darah (hemoptoe) akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut :

Tanda-tanda batuk darah:

Didahului batuk keras yang tidak tertahankan Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam saluran napas Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman pH alkalis Bisa berlangsung beberapa hari Penyebabnya : kelainan paru

Tanda-tanda muntah darah :

Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu muntah Suara napas tidak ada gangguan Didahului rasa mual / tidak enak di epigastrium Darah berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa makanan pH asam Frekuensi muntah darah tidak sekerap hemoptoe Penyebabnya : sirosis hati, gastritisPenyebab Hemoptoe

Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas :

Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur dan sebagainya. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik). Benda asing di saluran pernapasan. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.

Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah :

1. Tumor :

Karsinoma. Adenoma. Metastasis endobronkial dari massa tumor ekstratorakal.

2. Infeksi

Aspergilloma. Bronkhiektasis (terutama pada lobus atas). Tuberkulosis paru.

3. Infark Paru

4. Udem paru, terutama disebabkan oleh mitral stenosis

5. Perdarahan paru

Sistemic Lupus Eritematosus Goodpasture’s syndrome. Idiopthic pulmonary haemosiderosis. Bechet’s syndrome.

6. Cedera pada dada/trauma

Kontusio pulmonal. Transbronkial biopsi. Transtorakal biopsi memakai jarum.

7. Kelainan pembuluh darah

Malformasi arteriovena. Hereditary haemorrhagic teleangiectasis.

8. Bleeding diathesis.

Penyebab hemoptoe banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3
kelompok yaitu : infeksi, tumor dan kelainan kardiovaskular.

Infeksi merupakan penyebab yang sering didapatkan antara lain :
tuberkulosis, bronkiektasis dan abses paru. Pada dewasa muda,
tuberkulosis paru, stenosis mitral, dan bronkiektasis merupakan penyebab
yang sering didapat. Pada usia diatas 40 tahun karsinoma bronkus
merupakan penyebab yang sering didapatkan, diikuti tuberkulsosis dan
bronkiektasis.

Patofisiologi

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan
hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan
untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan
arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas.
Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan
asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya
perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama
dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa
terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari
arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada
hemoptoe.

Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :

1. Radang mukosa

Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh
darah menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup
untuk menimbulkan batuk darah.

2. Infark paru

Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada
pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.

3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler

Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar
seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.

4. Kelainan membran alveolokapiler

Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada Goodpasture’s syndrome.

5. Perdarahan kavitas tuberkulosa

Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal
dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari
cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan
pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi
disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal.
Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.

6. Invasi tumor ganas

7. Cedera dada

Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami
transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk
darah.

Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah :

1. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui

Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas penegakan diagnosis.

Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita, berumur sekitar
30 tahun, biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri sehingga prognosis
baik. Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut :

Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi. Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan. Infark paru yang minimal. Menstruasi vikariensis. Hipertensi pulmonal.

2. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan

Pada prinsipnya berasal dari :

Saluran napas

Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan abses paru.

Menurut Bannet, 82 – 86% batuk darah disebabkan oleh tuberkulosis paru, karsinoma paru dan bronkiektasis.

Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis), silikosis, penyakit oleh karena cacing.

b. Sistem kardiovaskuler

Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi.

Yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru, aneurisma aorta.

c. Lain-lain

Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti
hemofilia, hemosiderosis, sindrom Goodpasture, eritematosus lupus
sistemik, diatesis hemoragik dan pengobatan dengan obat-obat
antikoagulan.

Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas  :

1. Hemoptisis masif

Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.

2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :

- Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam

- Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akan tetapi Hb kurang dari 10 g%.

- Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10
g%, tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti.

Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptoe
selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari
depot darah, sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya
perdarahan yang terjadi.

Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga mempunyai kelemahan oleh karena :

· Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan
kadang-kadang dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan
jumlah darah yang hilang sesungguhnya.

· Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja, sehingga tidak ikut terhitung

· Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.

Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh :

· Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik (hypovolemik shock).

· Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang
dapat dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan
aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral.
Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping
menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan
hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa
asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.

Bila terjadi hemoptoe, maka harus dilakukan penilaian terhadap:

· Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.

· Lamanya perdarahan.

· Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.

· Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran.

Klasifikasi menurut Pusel :

+ : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum

++ : batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml

+++ : batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml

++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml

Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis
sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.

Diagnosis

Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar
bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung.
Hemoptisis sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada
hematemesis darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam.
Darah dari epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan
terbatukkan yang disadari penderita serta adanya darah yang memancar
dari hidung.

Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu
dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan
fisik maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.

1. Anamnesis

Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan untuk mendapatkan data-data :

Jumlah dan warna darah Lamanya perdarahan Batuknya produktif atau tidak Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan Sakit dada, substernal atau pleuritik Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan batuk Wheezing Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu. Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah Perokok berat dan telah berlangsung lama Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada Hematuria yang disertai dengan batuk darah.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang
dapat mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising
sistolik dan opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi.

3. Pemeriksaan penunjang

Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap
penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat
perdarahannya.

4. Pemeriksaan bronkoskopi

Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui.

Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :

Bila radiologik tidak didapatkan kelainan Batuk darah yang berulang – ulang Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik

Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis,
lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat
untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih kontroversial,
mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan menimbulkan
batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat perdarahan
disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan bronkoskop fiberoptic dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi perdarahan.

Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop serat
optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat bermanfaat
dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta mengambil benda
asing, disamping itu dapat melakukan penamponan dengan balon khusus di
tempat terjadinya perdarahan.



More: http://www.hsengine.com/s_Alkali+Metals.html

No comments:

Post a Comment